Kecamatan Tampahan Merayakan HUT yang ke 17, Lahir Diprakarsai oleh Guru dan Murid.
TOBA (SUMUT) ANTARANEWS86.COM //-Kecamatan Tampahan di kabupaten Toba adalah kecamatan yang dimekarkan dari Kabupaten Balige.
Kecamatan tersebut baru baru ini merayakan ulang tahun nya yang ke 17.
Dalam perayaan tersebut turut hadir 2 orang pemrakarsa lahirnya Kecamatan itu, yaitu Bakhtiar Tampubolon dan Mangapul Siahaan.
Sebelum membacakan sejarah singkat terbentuknya Kecamatan Tampahan di Kabupaten Toba, Janter Simanjuntak, mantan Kepala Desa Lintong Nihuta periode 2003-2011 sedikit bercerita tentang awal mula lahirnya Kecamatan Tampahan. Dari atas panggung pada HUT ke-17 Kecamatan Tampahan yang digelar di Bukit Singgolom, Desa Lintong Nihuta, Kecamatan Tampahan, Sabtu (9/12/2023), Janter Simanjuntak mengilas balik peristiwa proses lahirnya Kecamatan Tampahan.
“Jika mengingat Kecamatan Tampahan, saya langsung teringat dengan dua sosok penting, yakni Bakhtiar Tampubolon dan Mangapul Siahaan. Bapak Bakhtiar Tampubolon adalah mantan guru saya, dan Bapak Mangapul Siahaan adalah teman sekelas saya. Jadi Pak Bakhtiar adalah mantan guru kami,” katanya mengawali ceritanya yang juga didampingi oleh dua sosok yang dia sebutkan.
Diawal Juni 2006, kegiatan Bulan Bakti Kesehatan digelar di Desa Lintong Nihuta dihadiri oleh Bakhtiar Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua DPRD Toba Samosir dan Mangapul Siahaan yang saat itu juga menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir. “Pada saat acara itu Pak Bakhtiar berkata kepada saya ‘Kita harus membentuk Kecamatan yang baru, yaitu Kecamatan Tampahan’. Beliau minta saya mengumpulkan Kepala Desa dan tokoh masyarakat,” lanjut Janter Simanjuntak.
Mengingat salah satu syarat pemekaran kecamatan harus minimal terdiri dari 7 desa, Janter Simanjuntak bergerilya, menjalin komunikasi dengan desa tetangga, termasuk Desa Longat untuk memenuhi syarat 7 desa. Setelah melalui diskusi panjang dan komunikasi yang alot, Desa Longat mengundurkan diri dengan alasan bahwa mereka masih terikat peradatan dengan Desa Hinalang. Tak menyerah, mereka terus bergerilya dan berupaya melobby Desa Sibodiala agar bersedia bergabung, namun Sibodiala menolak karena letak mereka berada di wilayah marga Silalahi.
Dengan harapan kosong, Janter Simanjuntak dan kawan-kawan menyampaikan laporan itu kepada Bakhtiar Tampubolon dan Mangapul Siahaan. Dengan tegas keduanya berkata ‘Jangan Mundur, masih asa opsi lain’. Opsi lain yang disebut adalah jumlah penduduk harus minimal 3.000 jiwa, namun setelah ditelusuri opsi ini juga tidak berhasil karena jumlah penduduk calon Kecamatan Tampahan saat itu tidak sampai 3.000 jiwa. “Tetapi dalam waktu singkat, jumlah penduduk itu bisa kita penuhi karena perpindahan penduduk,” lanjut Janter Simanjuntak.
Setelah opsi itu terpenuhi, kendala lain nyaris menghambat pembentukan Kecamatan Tampahan. Perdebatan antar desa untuk menentukan Ibu Kota Kecamatan tidak dapat dihindarkan antara Desa Gurgur Aek Raja dan Desa Lintong Nihuta. Terlebih saat itu Desa Lintong Nihuta telah lebih dulu menyerahkan surat tanah. Namun setelah melalui berbagai diskusi panjang dan negosiasi, akhirnya terjadi kesepakatan bahwa Ibu Kota Kecamatan berada di Desa Gurgur Aek Raja, namun camat pertama harus berasal dari Desa Lintong Nihuta.
Selain soal negosiasi yang alot, pembentukan Kecamatan ini juga nyaris gagal karena persoalan dana, beruntung seorang dermawan bersedia bergabung, yakni Daulat Simanjuntak, beliau pensiunan ASN dari Sulawesi. Kerjasama para panitia ini berjalan baik, ditambah dengan dukungan penuh dari Bakhtiar Tampubolon dan Mangapul Siahaan yang mendukung dan mendorong sekuat tenaga dari lembaga Legislatif.
“Tanggal 9 Desember 2006 Kecamatan Tampahan dimekarkan dari Kecamatan Balige sesuai dengan Perda Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Kecamatan Tampahan dimekarkan dari Kecamatan Balige dan beribukota di Desa Gurgur Aek Raja,” kata Janter Simanjuntak membacakan sejarah terbentuknya Kecamatan Tampahan.
Bakhtiar Tampubolon, pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa ide pemekaran Kecamatan Tampahan lahir dari kelamnya kehidupan masa lalu. Terutama soal jarak beberapa desa di Tampahan yang sangat jauh ke Kantor Camat Balige, terutama Desa Meat dan Desa Tangga Batu.
Tak hanya untuk urusan pemerintahan, kepedihan juga dialami anak-anak sekolah yang pada masanya harus berjalan kaki dari desa mereka ke Soposurung, Balige.
“Saat saya sekolah dari Tangga Batu ke Soposurung harus jalan kaki 10 KM lebih pulang-pergi setiap hari. Dalam hati saya saat itu timbul tekat bagaimana memekarkan Kecamatan Tampahan,” katanya.
“Saat itu bupati adalah Monang Sitorus, saya Tampubolon, beliau tulang saya. Saya beranikan diri untuk sampaikan usulan itu dan beliau setuju,” dia melanjutkan.
“Sekarang saya memberanikan diri juga kepada Bupati Toba, tulang Poltak Sitorus. Mohon Tulang, Pak Bupati, mohonlah pembangunan Kecamatan Tampahan ini diberikan perhatian yang lebih,” katanya sambil mengulang permintaan yang sama sekali lagi disambut tepuk tangan riuh seluruh warga Kecamatan Tampahan yang hadir pada pesta Ulang Tahun itu.
Begitulah dua sosok guru dan murid itu bahu-membahu bersama para Kepala Desa di Kecamatan tersebut periode 2003-2008, ditambah dukungan para tokoh masyarakat, perantau dan warga lainnya, Kecamatan Tampahan akhirnya lahir.
Di hari itu, Bupati Toba, Poltak Sitorus yang hadir bersama beberapa kepala dinasnya, plus anggota DPRD, Robinson Tampubolon dan Forkopimca diundang berdiri di tengah lapangan, di hadapan ratusan masyarakat, Poltak Sitorus mewakili rombongan itu menyampaikan ucapan selamat atas hari jadi Kecamatan Tampahan ke-17. Tidak hanya ucapan selamat, Poltak Sitorus juga menyambut permintaan Bakhtiar Tampubolon yang meminta agar pemerintah memberi perhatian serius untuk pembangunan Kecamatan Tampahan. “Kita sepakat bahwa ini akan menjadi prioritas. Terlebih saat ini yang menjadi super prioritas kita adalah pariwisata. Maka tampahan menjadi prioritas kita,” kata Bupati menanggapi permintaan masyarakat.
Meski begitu, Bupati berharap agar ke depan TPU (Tempat Pemakaman Umum) bisa tersedia di Kecamatan Tampahan, dan tugu atau makam yang berdiri kokoh di beberapa spot wisata bisa disatukan dalam satu tempat.
“Kalau saya lihat, begitu indahnya tempat ini. Kalau bisa kita semua sepakat terkait dengan TPU (Tempat Pemakaman Umum) di sini.
Agar bisa cantik, indah. Jika sudah di sini (Bukit Singgolom) kuburan Oppung kita, kalau bisa kita satukanlah dikemudian hari di TPU. Itulah saran Bupati,” minta Poltak Sitorus yang disahut teriakan warga dengan kata ‘Olo/setuju’.
“Kalau ini jadi, saya yakin wisawatan akan berjubel datang ke sini membawa harta kekayaan bangsa-bangsa. Sedangkan Raja dan Ratu Belanda sudah pernah datang ke sini, apalagi rakyatnya,” katanya melanjutkan.
Usai penyampaian sambutan, acara perayaan kemudian dilanjutkan dengan meniup lilin dan pelepasan balon ke udara. Acara kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan tortor massal oleh para pelajar Sekolah Dasar.
Sebelum meninggalkan lokasi, Bupati Toba bersama istri dan rombongan menyempatkan diri mengunjungi stand setiap desa yang menyajikan berbagai hasil UMKM, pertanian dan kerajinan tangan. Usai makan siang, acara kemudian dilanjutkan dengan defile dari masing-masing desa dan acara hiburan.
#(aes)#